Membuka Usaha
Meski belum berjalan lama, Program DT telah menunjukkan hasil menggembirakan. Itulah sebabnya memasuki tahun kedua jumlahnya ditambah. Di tahun kedua ini DT sedikitnya melibatkan 157 sekolah, di 28 kabupaten dengan melibatkan 700 trainer dan menyasar hampir 14 ribu siswa. Paling tidak itulah yang dirasakan beberapa siswa peserta DT yang berhasil ditemui dalam visitasi ke beberapa sekolah. Sebut saja misalnya Irmas Jody Saputra dan Rika Tri Maharani. Siswa SMA Negeri 1 Karas Magetan, yang mengambil bidang keterampilan kecantikan tata rias setahun lalu, saat mereka duduk di kelas XI.
Kini Jody dan Rika duduk di kelas XII dan sedang mempersiapkan ujian nasional, tapi soal apa yang akan mereka jalankan setelah lulus nanti, dengan tegas mereka mengatakan, akan melanjutkan dan membuka usaha tata rias. “Setelah mengikuti DT bidang kecantikan saya tambah yakin untuk memperdalam dan berusaha di bidang ini,” kata Jody, siswa kelas XII IPS 1 ini.
Jody merasa menemukan dunianya seusai mengikuti keterampilan tata rias panggung pada program DT. “Saya ingin lebih memperdalam hobi saya dalam keterampilan bermake up, dan selama ini saya telah menghasilkan dari kegiatan merias,” kata siswa kelahiran Madiun, 18 April 2001 ini.
Hal sama diakui rekan Jody. Rika, siswa Kelas XII IPA 1 SMA Karas ini juga ingin berkarier sebagai perias. “Kebetulan di dekat rumah saya ada salon kecantikan, jadi saya bisa magang dan memperdalam apa yang sudah saya peroleh di DT setelah lulus nanti. Alhamdulillah selama ini saya sudah menerima orderan kecil-kecilan dalam merias wajah,” kata siswa kelahiran Tangerang 8 Mei 2002 ini.
Rika mengakui jika dirinya memiliki hobi merias sejak dari kecil, karena itu ketika DT hadir di sekolahnya, ia ingin mengembangkan lebih baik lagi, supaya berguna dan menghasilkan. Selama ini pendapatan yang telah dihasilkan Rika mencapai Rp 1,5 juta untuk merias siswa yang akan foto album.
Di bidang keterampilan boga, yang merasakan telah menerima manfaat dari DT adalah Nawang Kirana Ajeng Artamevia. Hobinya dalam memasak telah menghasilkan omzet hingga Rp 1,5 juta per bulan. “Saya memanfaatkan sosial media untuk menjual aneka salad buah. Tiap hari selalu saja ada permintaan. Kadang teman sekolah tapi ada juga konsumen dari luar,” kata siswi kelahiran Magetan, 11 Oktober 2001.
Siswa Kelas XII IPS SMA Negeri 1 Plaosan ini mengaku keterampilan yang ia peroleh dari DT telah membantu perekonomian keluarga. “Saya menjadi yakin dengan keterampilan yang saya peroleh ini. Saya menemukan jalan untuk berkarir di masa depan,” katanya.Selain salad buah Ajeng yang juga menerima pesanani donat, brownies, kue kering, dan kue ulang tahun.
Di SMA Negeri Palosan, Magetan,selain Ajengjuga ada Riko Kananta, siswa Kelas XII IPA 2 yang mengambil keterampilan desain grafis. Rikotak berhenti berterima kasih kepada tim DT dari ITS yang datang untuk melakukan visitasi ke sekolahnya.
Dia tidak menyangka, jika dirinya yang dari keluarga tidak mampu, kini bisa memiliki gambaran akan masa depannya kelak. Diakuinya, bisa sekolah hingga jenjang SMA sebuah keberuntungan baginya, apalagi ditambah keterampilan desain grafis yang didapatnya dari program DT.
“Terus terang, SMA akan menjadi ijazah terakhir saya. Karena orang tua sudah tidak mampu membiayai lagi. Sejak ikut DT, saya bisa menekuni usaha desain grafis. Jadi punya gambaran ke depan saya mau jadi apa. Sebelumnya tidak,” ujarnya.
Riko berbicara di depan kepala sekolahnya Aris Sudarmono, tim DT dari ITS dan Bupati Magetan Suprawoto.Dikatakan, dengan bekal keterampilan desain grafis selama satu tahun, dia dan teman-temannya sudah menerima banyak orderan. Terutama pembuatan pin. Orderan datang hingga ribuan buah pin. Bahkan Riko dan teman-temannya merasa kewalahan.
“Sejak kami sering ikut pameran, orderan selalu banyak. Kami kerjakan bersama lima orang teman di sekolah karena semua alat-alat ada di sekolah,” tukasnya.
Kepala SMAN 1 Plaosan, Aris Sudarmono mengungkapkan, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran. Dari 10 SMA Negeri yang ada di Magetan, hanya SMA Plaosan yang paling minim. Tak heran siswanya sedikit. Kelas X hingga XII hanya 11 rombel dengan 20 siswa setiap rombelnya.
“Di kelas XI yang tahun ini ikut double track hanya 60 siswa. Karena dari hasil seleksi yang lolos itu. Padahal, semuanya 80 siswa ingin ikut serta,” ungkapnya.
Dia percaya mengikuti program DT sangat membanggakan. Karena selama ini, lulusan SMA Negeri 1 Plaosan banyak yang menggarap sawah dan menjadi pekerja serabutan. Dengan DT ada bekal keterampilan untuk bisa bertahan hidup setelah lulus